Tata Kelola PT Petrogas Jatim Utama Dinilai Mirip Perusahaan Keluarga

Surabaya – Tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Timur, PT Petrogas Jatim Utama, kembali menjadi sorotan. Perusahaan yang berdiri sejak 1 Agustus 2006 berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2006 dan disahkan melalui SK Menteri Kehakiman RI No. W10-00111 HT.01.01-TH.2006, kini dinilai dikelola layaknya perusahaan keluarga.

 

Sejumlah pihak menilai, pola pergantian pimpinan di tubuh perusahaan tersebut menunjukkan adanya intervensi kuat dari pihak tertentu yang disebut-sebut berperan sebagai “sutradara” di balik layar. Orang ini diduga memiliki kendali besar dalam menentukan siapa yang memimpin perusahaan maupun anak usahanya.

 

Saat ini, posisi Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama dijabat oleh Hadi Mulyono, yang masa jabatannya akan berakhir pada 10 November 2025. Namun, sumber internal menuturkan bahwa pasca berakhirnya masa jabatan Hadi Mulyono, kemungkinan besar jabatan tersebut kembali akan diisi oleh Plt., bukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana mestinya.

 

“Selama ini, setiap pergantian pimpinan seolah harus sesuai dengan kehendak satu orang yang mengatur dari balik layar,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.

 

Dugaan campur tangan tersebut tidak hanya terjadi di perusahaan induk, tetapi juga di delapan anak perusahaan PT Petrogas Jatim Utama. Salah satunya PT DABN Mayangan Probolinggo, yang saat ini tengah menjadi perhatian publik karena adanya dugaan kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

 

Menariknya, sosok yang disebut sebagai “sutradara” ini dikabarkan memiliki kedekatan dengan Gubernur Jawa Timur. Ia bahkan kerap terlihat mendampingi gubernur dalam sejumlah misi dagang ke berbagai daerah di Indonesia maupun ke luar negeri.

 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Biro Perekonomian Setdaprov Jawa Timur maupun Gubernur Jawa Timur terkait dugaan intervensi dalam pengelolaan PT Petrogas Jatim Utama.

 

Pertanyaan besar yang kini muncul adalah: apakah langkah sang “sutradara” dilakukan atas sepengetahuan Gubernur Jawa Timur, atau justru tanpa seizin pimpinan daerah?

Isu ini masih akan menjadi sorotan dalam lanjutan liputan kami.

 

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *