Kisah Gelap di Balik Stempel Desa — Kepala Desa Ploso Diduga Palsukan Dokumen dan Teror Warga Sendiri!
Jombang, Jawa Timur —
Sebuah kisah kelam rumah tangga bertransformasi menjadi badai besar yang mengguncang tatanan pemerintahan desa. Kasus perceraian antara pasangan Y dan R, warga Desa Ploso, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, kini menyingkap lapisan busuk kekuasaan yang diduga digunakan untuk memalsukan dokumen resmi negara dan mengintimidasi warga.
Dalam peristiwa yang kini menjadi sorotan publik, nama Kepala Desa Ploso, Nining Permatasari, menyeruak ke permukaan sebagai tokoh sentral dalam dugaan pemalsuan surat rekomendasi perceraian dan tindakan intimidasi terhadap pelapor. Kasus ini bukan hanya soal kehancuran rumah tangga — melainkan pengkhianatan terang-terangan terhadap hukum dan etika pemerintahan.
Awalnya, kisah ini tampak sepele, pasangan Y dan R tengah dilanda kesulitan ekonomi, terlilit hutang, dan hubungan rumah tangga mereka kian memburuk. Dalam kondisi tertekan, Y mengambil langkah singkat mengajukan perceraian. Namun di balik langkah itu, tersimpan kebohongan yang berujung pada skandal pemalsuan dokumen negara.
Menurut keterangan yang dihimpun redaksi, Y datang ke kantor desa untuk meminta surat rekomendasi cerai, dengan alasan surat cerai sebelumnya hilang. Padahal, fakta sebenarnya: tidak pernah ada surat cerai yang hilang dan surat nikah tersebut di simpan istrinya. Namun, tanpa verifikasi, tanpa penyelidikan, Kepala Desa Nining Permatasari justru menandatangani dan menerbitkan surat keterangan palsu.
Surat itu digunakan untuk melancarkan proses perceraian secara hukum, seolah-olah semua dokumen sah dan benar.
Di sinilah akar kejahatan itu dimulai, pemalsuan dokumen resmi negara yang dilakukan dengan stempel kekuasaan pemerintah desa.
Kebohongan itu akhirnya terbongkar ketika R menemukan kejanggalan dalam berkas persyaratan perceraian. Tak terima rumah tangganya dihancurkan oleh manipulasi dokumen, R melangkah berani dan melaporkan dugaan pemalsuan tersebut ke pihak berwajib.
Laporan resmi itu kini teregister dengan Nomor: STTLPM/379.RESKRIM/V/2025/SPKT/POLRES JOMBANG/POLDA JAWA TIMUR.
Langkah R mendapat apresiasi dari sejumlah pihak, namun rupanya keberaniannya memancing amarah sang Kepala Desa.
Alih-alih introspeksi, Nining Permatasari justru diduga melakukan tindakan kotor berupa intimidasi terhadap R dan keluarganya.
Menurut keterangan keluarga R kepada tim media, Kepala Desa Nining memaksa R untuk mencabut laporan tersebut, melalui tekanan langsung dan ancaman sosial.
“Kami takut, tapi kami tahu ini salah besar. Tidak boleh diam,” ujar ibu R dengan nada gemetar saat diwawancarai tim media
Intimidasi itu disebut dilakukan secara sistematis, mulai dari pendekatan halus hingga ancaman keras, agar laporan di Polres Jombang menghilang sebelum menyentuh meja penyidik.
Kasus ini kemudian dilaporkan oleh R dan ibunya, dari tim media kepada Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat (DPP LSM GEMPAR), Bang Tyo, yang langsung memberikan reaksi keras tanpa kompromi.
Dalam pernyataannya kepada media, Bang Tyo menyebut bahwa tindakan Kepala Desa Ploso bukan sekadar pelanggaran hukum administratif, melainkan tindak pidana moral yang menginjak martabat warga.
“Perceraian itu hal yang dibenci Tuhan. Tapi kalau ada manipulasi hukum di dalamnya, itu berarti manusia sudah berani bermain-main dengan nilai Tuhan dan hukum negara. Ini bukan urusan pribadi lagi, ni sudah masuk wilayah kejahatan sosial!” tegas Bang Tyo dengan suara meninggi.
Lebih lanjut, ia menyebut tindakan intimidasi yang dilakukan oleh Kepala Desa Nining Permatasari sebagai perbuatan biadab yang tak pantas dilakukan oleh seorang pemimpin.
“Seorang Kepala Desa seharusnya melindungi rakyatnya, bukan menakut-nakuti mereka agar diam. Jika benar terbukti, maka Nining Permatasari adalah aib bagi pemerintahan desa, pengkhianat sumpah jabatan, dan wajah busuk birokrasi lokal!” lanjutnya.
DPP LSM GEMPAR memastikan tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, Bang Tyo menyatakan bahwa pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada Kepala Pengadilan Agama Jombang untuk meminta penghentian sementara proses perceraian antara Y dan R, karena adanya dugaan kuat bahwa berkas dalam perkara tersebut dipalsukan.
“Kami tidak bisa membiarkan hukum berjalan di atas kebohongan. Kalau berkasnya palsu, maka seluruh proses harus dihentikan dan diusut dari awal. Ini bukan hanya soal perceraian, ini soal keadilan yang diinjak-injak oleh kekuasaan!” tegasnya.
Selain itu, LSM GEMPAR juga akan mendesak Kapolres Jombang agar segera menindaklanjuti laporan R secara serius, memeriksa semua pihak terkait termasuk Kepala Desa Nining Permatasari dan perangkat desa yang turut menandatangani dokumen tersebut.
Kasus ini menggambarkan betapa rapuhnya moralitas dalam lingkaran kekuasaan desa. Kepala desa yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi algojo bagi rakyat sendiri.
Dokumen resmi dijadikan alat permainan, dan intimidasi dijadikan bahasa kekuasaan.
Fenomena ini menegaskan bahwa kekuasaan tanpa pengawasan adalah sumber bencana.
Dan ketika seorang pemimpin berani memalsukan dokumen negara hanya demi menutupi kebohongan warganya, maka ia tidak layak disebut pemimpin melainkan pelaku kejahatan yang bersembunyi di balik seragam pemerintahan.
Masyarakat kini menantikan langkah konkret dari Polres Jombang. Laporan resmi sudah masuk, bukti telah diserahkan, saksi-saksi siap bicara. Publik berharap pihak kepolisian tidak tunduk pada tekanan politik dan berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Apabila kasus ini dibiarkan tenggelam, maka keadilan di tingkat desa akan mati.
Namun jika aparat berani menegakkan hukum, kasus Desa Ploso bisa menjadi tonggak bersih-bersih wajah pemerintahan desa di Kabupaten Jombang.
Redaksi Cakra Nusantara Investigasi
Jombang, Jawa Timur — 2025
“Ketika pemimpin menindas rakyat, maka pena jurnalis dan suara rakyatlah yang akan membakarnya dengan kebenaran.”