Kebun Jambu Merah Desa Tungkulrejo Jadi Ikon Baru, BUMDes Raup Manfaat Ekonomi
Kebun Jambu Merah Desa Tungkulrejo Jadi Ikon Baru, BUMDes Raup Manfaat Ekonomi
Ngawi || Cakranusantara.online –
Potensi desa kerap kali lahir dari ide-ide sederhana yang muncul dari masyarakat maupun pemimpinnya. Hal itu kini nyata terlihat di Desa Tungkulrejo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi, yang berhasil mengembangkan salah satu komoditas unggulannya, yakni kebun jambu merah.
Kebun jambu merah tersebut semula adalah milik pribadi Kepala Desa Tungkulrejo, Sriono Sutrisno. Namun, dengan terobosan dan kesadaran untuk membangun desa melalui sektor ekonomi kerakyatan, lahan kebun itu kini dikelola oleh BUMDes Tungkulrejo dengan sistem bagi hasil. Pola kerja sama ini bukan hanya memberikan keuntungan bagi pemilik, tetapi juga memberi pendapatan asli desa (PADes) yang dikelola secara resmi oleh BUMDes.
Sriono Sutrisno menjelaskan, ide untuk menyerahkan pengelolaan kebun jambu merah kepada BUMDes berangkat dari niat untuk menjadikan kebun tersebut sebagai ikon desa dan membuka peluang usaha baru bagi warga sekitar.
“Kalau kebun ini hanya dikelola pribadi, manfaatnya ya hanya untuk keluarga saya. Tapi kalau diserahkan ke BUMDes, hasilnya bisa kembali ke desa. Jadi masyarakat juga ikut merasakan manfaatnya,” ungkap Sriono.
Dengan sistem bagi hasil, pengelolaan kebun ini berjalan lebih profesional. BUMDes menyiapkan tenaga kerja, promosi, hingga jalur pemasaran, sementara pemilik lahan mendapatkan bagian sesuai kesepakatan. Pola ini dinilai adil sekaligus membuka lapangan kerja bagi warga sekitar.
Kebun jambu merah Desa Tungkulrejo bukan sekadar lahan perkebunan, tetapi juga mulai diproyeksikan menjadi destinasi wisata agro. Pengunjung dapat memetik langsung jambu dari pohonnya, sekaligus belajar tentang budidaya buah ini.
Beberapa kali, kebun ini juga menjadi tujuan rombongan pelajar hingga komunitas pecinta tanaman yang ingin melihat langsung model pengelolaan kebun berbasis BUMDes. Hal tersebut semakin menguatkan posisi kebun jambu merah sebagai ikon desa.
“Kami ingin menjadikan kebun ini bukan hanya tempat produksi, tapi juga tempat edukasi dan wisata. Dengan begitu, nilai ekonominya semakin besar,” terang salah satu pengurus BUMDes Tungkulrejo.
Langkah Desa Tungkulrejo ini mendapat perhatian publik karena dianggap mampu mengubah aset pribadi menjadi kekuatan kolektif. Model seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain, di mana kepala desa maupun perangkat dapat mengajak masyarakat mengembangkan potensi lokal melalui BUMDes.
Pengamat desa di Ngawi menyebut, kebun jambu merah Tungkulrejo adalah contoh nyata bagaimana BUMDes tidak hanya bergantung pada dana desa, melainkan bisa mandiri melalui pengelolaan aset produktif.
“Selama ini banyak BUMDes stagnan karena tidak punya unit usaha jelas. Tapi Tungkulrejo sudah memulai dengan jambu merah ini, dan ke depan bisa berkembang lebih luas lagi,” ujar salah satu pemerhati pembangunan desa.
Ke depan, pengembangan jambu merah ini diharapkan mampu membuka pasar lebih luas, baik di dalam maupun luar daerah. Produk olahan seperti jus jambu, selai, hingga manisan tengah dipertimbangkan sebagai produk turunan yang dapat memperkuat branding desa.
Masyarakat Tungkulrejo juga menyambut positif langkah ini karena telah membuka peluang usaha bagi warga, mulai dari pemetik buah, pengemas, hingga pedagang kecil yang menjual hasil panen di pasar desa.
“Desa Tungkulrejo harus punya wajah baru. Jambu merah ini bukan hanya buah, tapi simbol bahwa desa bisa bangkit dengan potensi lokalnya sendiri.”
Dengan strategi pengelolaan yang melibatkan BUMDes, kebun jambu merah Tungkulrejo kini tak lagi sekadar milik pribadi, tetapi sudah menjadi kebanggaan dan sumber penghidupan bagi seluruh warga desa.