Proyek Haram Tanpa AMDAL di Gresik: Yasin Untung, Rakyat Jadi Tumbal
Gresik || Cakranusantara.online –
Aroma busuk dugaan praktik pengurukan lahan ilegal kembali membusuk di Kabupaten Gresik. Kali ini, tepatnya di wilayah Kecamatan Duduksampeyan dengan titik koordinat -7,1454280, 112,5059610, sebuah proyek pengurukan besar-besaran yang dikendalikan oleh seorang bernama Yasin menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena diduga tidak memiliki izin resmi dan tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), melainkan juga karena aktivitasnya telah mengganggu kenyamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat luas.
Setiap hari, masyarakat yang melintas di sekitar lokasi pengurukan dipaksa menanggung penderitaan. Debu beterbangan ke udara tanpa henti, menempel di pakaian, meracuni udara pernapasan, hingga membuat mata perih dan tenggorokan gatal. Tidak sedikit pengendara motor hampir tergelincir karena jalan licin tertutup material urukan. Bagi warga sekitar, proyek ini bukan lagi sekadar pekerjaan konstruksi, melainkan neraka harian yang merampas hak hidup sehat mereka.
Seorang pengendara yang melintas dengan nada marah mengungkapkan,
“Ini bukan pembangunan, ini penghancuran! Jalan jadi berbahaya, debunya bikin sesak napas. Kalau dibiarkan, cepat atau lambat akan ada korban tewas. Jangan tunggu darah tumpah baru pemerintah bergerak!”
Lebih mengerikan lagi, proyek ini tidak memasang papan informasi kegiatan. Padahal, papan proyek adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam setiap pekerjaan resmi. Ketiadaan papan informasi memperkuat dugaan bahwa aktivitas ini adalah pengurukan liar, dikerjakan secara ugal-ugalan, tanpa pengawasan, dan penuh praktik gelap yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Pertanyaan besar pun muncul: Jika proyek ini legal, mengapa tidak ada keterbukaan? Jika benar resmi, mengapa dokumen AMDAL tidak ditunjukkan? Jawabannya hanya satu: karena proyek ini sarat kejanggalan, penuh pelanggaran, dan jelas-jelas melawan aturan hukum.
Pengurukan tanpa AMDAL bukanlah masalah sepele. Ia bisa menjadi bom waktu bencana lingkungan. Struktur tanah yang diubah seenaknya bisa menimbulkan keretakan lahan, kerusakan ekosistem, dan berpotensi menyebabkan banjir di musim penghujan. Gresik yang selama ini sudah sering dilanda banjir bisa semakin parah jika praktik brutal ini dibiarkan.
Selain itu, polusi debu dapat memicu penyakit pernapasan seperti ISPA, asma, hingga kanker paru-paru bagi warga sekitar. Bukan tidak mungkin anak-anak yang setiap hari menghirup debu ini akan menjadi korban paling awal. Proyek Yasin bukan sekadar pengurukan, melainkan pembantaian kesehatan masyarakat secara perlahan.
Lebih sadis lagi, hingga kini tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Baik pihak kepolisian, Satpol PP, maupun Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik seolah menutup mata. Publik pun mencium aroma busuk adanya permainan di balik layar.
Apakah aparat sudah “masuk angin”? Apakah ada aliran dana setoran yang membuat proyek ini kebal hukum? Jika benar, maka kasus ini bukan hanya tentang pelanggaran lingkungan, melainkan juga pengkhianatan aparat terhadap rakyat.
Tokoh masyarakat Duduksampeyan dengan lantang menyatakan,
“Kalau aparat berani, hentikan pengurukan ini sekarang juga! Kalau tidak, berarti mereka ikut bermain. Jangan jadi macan ompong yang hanya berani pada rakyat kecil, tapi tunduk pada cukong rakus!”
betapa lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di Kabupaten Gresik. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas mewajibkan setiap aktivitas yang berdampak besar pada lingkungan harus memiliki AMDAL. Namun kenyataannya, aturan hanya menjadi hiasan kertas tanpa nyawa ketika berhadapan dengan praktik pengurukan liar.
Jika aparat terus diam, maka wajar jika masyarakat menilai hukum di Gresik sudah mati suri. Yang hidup hanyalah hukum rimba: siapa punya uang, dia yang berkuasa.
Masyarakat tidak tinggal diam. Mereka mendesak aparat penegak hukum segera menghentikan aktivitas ilegal ini. Bagi warga, pengurukan liar atas nama Yasin ini bukan lagi sekadar masalah lingkungan, tetapi masalah hidup dan mati.
“Jangan tunggu ada korban jiwa baru sibuk bergerak. Jangan biarkan kami jadi korban keserakahan. Kami butuh tindakan nyata, bukan janji kosong,” ujar warga dengan wajah penuh amarah.
Kini bola panas ada di tangan aparat penegak hukum. Apakah mereka akan berdiri tegak bersama rakyat untuk menertibkan pengurukan ilegal ini, atau justru menjadi kaki tangan cukong yang rakus dan merusak?
Duduksampeyan sedang menunggu jawaban. Jika aparat gagal, maka sejarah akan mencatat bahwa di tanah Gresik pernah ada proyek maut tanpa AMDAL yang menindas rakyat, dan aparat memilih diam.