Dana Pendidikan Diduga Diselewengkan di SMKS PGRI 2 Sutojayan — Bau Busuk dari Uang Negara yang Seharusnya untuk Anak Bangsa
Dana Pendidikan Diduga Diselewengkan di SMKS PGRI 2 Sutojayan — Bau Busuk dari Uang Negara yang Seharusnya untuk Anak Bangsa
Blitar, Jawa Timur — [05-November-2025]
Aroma busuk korupsi kembali menyeruak dari dunia pendidikan. Kali ini bukan dari gedung pemerintah atau proyek jalan, tetapi dari tempat yang seharusnya paling suci: sekolah. SMKS PGRI 2 Sutojayan, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, kini menjadi sorotan tajam publik setelah mencuat dugaan penyelewengan dana BPOPP (Bantuan Pendidikan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan) dan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Dana yang seharusnya menghidupi kegiatan belajar siswa, justru diduga menguap entah ke mana.
Padahal, uang itu berasal dari keringat rakyat, hasil pajak para buruh, petani, hingga pedagang kecil yang berharap anak-anak mereka bisa sekolah tanpa beban. Namun, laporan dari sejumlah pihak menyebut bahwa sebagian dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya — ada indikasi kuat mark-up, pengeluaran fiktif, dan laporan pertanggungjawaban yang diduga dimanipulasi.
Alih-alih digunakan untuk membeli peralatan belajar, memperbaiki fasilitas sekolah, atau membantu siswa kurang mampu, dana miliaran rupiah itu justru diduga menjadi “santapan” para oknum yang memanfaatkan celah lemahnya pengawasan.
Beberapa warga bahkan menyebut, “Anak-anak disuruh patungan buat kegiatan sekolah, tapi guru bilang uang BOS belum cair. Padahal katanya tiap tahun ada miliaran!” Ucapan itu menampar nurani siapa pun yang masih punya hati.
Ironisnya, saat dikonfirmasi oleh awak media, Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) setempat, Sukotjo, yang seharusnya paham detail arus dana pendidikan, justru mengaku tidak tahu menahu.
“Untuk terkait anggaran BPOPP saya sama sekali tidak tahu berapa anggarannya, itu yang mengetahui adalah dinas,” ujarnya singkat, melalui sambungan telepon pada Rabu, 05 November 2025 pukul 13.00 WIB.
Pernyataan dingin dan datar itu menyulut amarah publik. Bagaimana mungkin seorang Ketua MKKS — yang seharusnya menjadi pengawas moral dan administratif antar kepala sekolah — justru bersembunyi di balik kata “tidak tahu”? Apakah ketidaktahuan itu jujur, atau justru bentuk pembiaran sistematis?
Gelombang tuntutan publik pun menggema. Warga, pemerhati pendidikan, hingga aktivis antikorupsi mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Inspektorat Daerah Kabupaten Blitar untuk melakukan audit menyeluruh dan terbuka.
“Jangan cuma audit di atas kertas. Turun langsung, buka semua dokumen, periksa laporan belanja, sampai ke nota-nota kecilnya!” ujar seorang aktivis pendidikan di Sutojayan.
Menurutnya, dugaan penyelewengan ini hanyalah “puncak gunung es” dari praktik bobrok pengelolaan dana pendidikan di tingkat sekolah yang selama ini nyaris tak tersentuh hukum.
“Kalau dana pendidikan saja bisa dimainkan, apa yang bisa kita harapkan dari masa depan bangsa ini?” tambahnya dengan nada geram.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah maupun MKKS setempat belum memberikan klarifikasi resmi. Tidak ada pernyataan, tidak ada bantahan. Hening. Sunyi. Seolah ada sesuatu yang sengaja disembunyikan.
Redaksi sudah berulang kali mencoba menghubungi pihak sekolah melalui berbagai jalur — telepon, surat resmi, hingga pesan elektronik — namun semuanya berakhir tanpa tanggapan.
Sikap diam ini kian mempertebal dugaan publik: “Mereka memang sedang menutup-nutupi sesuatu.”
Padahal, sesuai aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, setiap sekolah penerima dana BOS dan BPOPP wajib melaporkan dan mempublikasikan secara terbuka penggunaan dana tersebut, baik di papan informasi sekolah maupun sistem daring resmi. Namun praktik di lapangan sering kali jauh dari harapan.
Alih-alih transparan, papan informasi banyak sekolah hanya menjadi pajangan kosong, tanpa rincian anggaran yang bisa dibaca publik.
Dana publik yang seharusnya disusun dengan prinsip akuntabilitas malah disulap menjadi laporan-laporan indah penuh angka palsu.
Uang BOS dan BPOPP bukan sekadar bantuan — itu adalah tanggung jawab moral negara kepada rakyat. Menggelapkannya sama saja dengan merampok masa depan anak-anak bangsa. Jika benar dugaan penyelewengan ini terbukti, maka para pelaku pantas disebut pengkhianat pendidikan. Mereka tidak hanya mencuri uang, tetapi juga harapan generasi muda.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas pemerintah. Apakah kasus ini akan dibongkar tuntas, atau kembali tenggelam dalam permainan administrasi dan politik elitis?
Satu hal yang pasti, publik sudah muak dengan jawaban normatif dan “dalih tidak tahu.”Mereka menuntut keadilan. Bukan janji.
Catatan Kritis Redaksi
Redaksi media ini menyerukan agar masyarakat aktif melaporkan setiap dugaan penyimpangan dana pendidikan kepada Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, atau Ombudsman RI. Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban hukum dan moral. Sebab di balik setiap rupiah yang diselewengkan, ada seorang anak Indonesia yang kehilangan haknya untuk bermimpi.
Team/Redaksi Cakra Nusantara
“Membongkar yang disembunyikan, menyalakan api kebenaran.”

